LESTARIKAN HUTAN KITA...

Rabu, 13 Oktober 2010

SENJATA vs TRENGGILING


Darimana Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memperoleh senjata?
Para pemimpin GAM di Aceh Timur membuka jalur khusus, dikenal “jalur Phuket”, merujuk salah satu propinsi di Thailand. Setelah “Phuket Connection” terbuka, maka pengiriman senjata berlangsung mulus. Sekali pengapalan, bisa masuk sekitar 100-200 pucuk senjata, tergantung besarnya perahu. Tak selalu berbelanja di Phuket memakai duit, pernah satu kali ketika GAM kesulitan uang, sementara kebutuhan senjata mendesak, mereka menangkap Trenggiling (Manis javanica). “Seekor Trenggiling dihargai 5 pucuk senjata AK 47 eks Kamboja. Sepucuk AK-47 harganya Rp 30-40 juta.
Tak begitu jelas mengapa trenggiling begitu disukai oleh mafia Thai. Orang-orang Thai itu suka meminum darah segar trenggiling. Darah dan daging hewan itu dipercaya membawa khasiat tertentu bagi kesehatan. Bagi mereka, trenggiling adalah hidangan sangat mahal, serta punya makna ritual (VIVAnews, 2010)
Berita ini begitu menggelitik, bagaimana bisa senjata ditukar dengan satwa?? Tergerak hati untuk mencari “bacaan” tentang satwa satu ini. Mari kita kenali si Manis javanica atau Trenggiling ini

TRENGGILING, SI "MANIS" YANG HAMPIR PUNAH
Anak-anak menyebutnya "tank", karena tubuhnya seperti berlapis baja. Sedang penemunya, Desmarest pada tahun 1822 memberikan nama Manis, lengkapnya Manis javanica. Satwa ini tersebar di Nias, Mentawai, Sumatera, Riau. Pulau Lingga, Kalimantan, tentu saja di Jawa hingga Bali dan Lombok. Bisa dikatakan tersebar di Indonesia Barat. Bahkan sejenisnya pun bisa dijumpai di Burma, Malaysia – Singapura dan Filipina. Sedangkan saudara sejenisnya bisa dijumpai sampai di Afrika.
Di Indonesia satwa ini dilindungi, dan menurut CITES masuk dalam Appendix II yang artinya dilarang diperdagangkan. Sedang IUCN mencantumkannya dalam daftar risiko rendah serta hampir punah.
Hidup di hutan dataran rendah, trenggiling menyantap semut dan rayap. Memiliki cakar yang panjang dan lidah yang menjulur sama panjangnya, memungkinkan satwa ini mengoyak sarang semut dan rayap. Lidahnya digunakan untuk menjilat buruannya. Semut dan rayap akan melekat di lidah trenggiling berkat ludahnya. Di bagian dada trenggiling terdapat kelenjar ludah yang sangat besar. Kelenjar ini menghasilkan cairan yang bisa merekat insek.
Ia menjadi terancam karena bagi masyarakat Asia Tenggara ia juga disantap. Kabarnya rasa daging trenggiling yang berukuran kecil mirip daging bebek. Namun penyebab utama kepunahannya adalah rusaknya habitat trenggiling. Hutan yang dihabiskan di Asia Tenggara, India dan Afrika yang terutama menyebabkan satwa ini masuk dalam daftar mereka yang patut dilestarikan.
Trenggiling dapat tumbuh hingga sepanjang 85 sentimeter. Sedang pada jenis lain berkisar dari 30 cm hingga 100 cm. Hidup di permukaan tanah, trenggiling mampu memanjat pohon.
Ketika baru lahir, lapisan sisiknya masih empuk. Setelah tumbuh dewasa sisik ini berubah mengeras. Sisik tersebut sebetulnya serupa dengan rambut pada satwa lainnya. Trenggiling dalam melindungi diri dari serangan bisa melingkar membentuk seperti bola. Dan memang sisiknya yang berlapis berperan sebagai tameng, sama seperti tank.
Mamalia ini dalam taksonomi termasuk pada ordo Pholidota, familia Manidae dan genusnya Manis. Sedang spesiesnya terdiri dari Manis gigantea, Manis temmincki, Manis tricuspis, Manis tetradactyla, Manis crassicaudata, Manis pentadactyla yang menjadi saudara dari Manis javanica.

TRENGGILING SI PEMAKAN SEMUT

Si Manis javanica lebih populer dengan nama ant eater (pemakan semut) di mancanegara. Ia adalah binatang mamalia bersisik satu-satunya yang hidup di Indonesia. Anggota bangsa Pholidota dan suku Manidae ini merupakan salah satu hewan yang dilindungi, karena populasinya kian berkurang dari waktu ke waktu. Habitatnya seperti kawasan Gunung Simpang, Jawa Barat, hutan Kalimantan dan Taman Nasional Bali Barat menjadi pusat konservasi perlindungan alam. Dengan jumlah semakin menurun, trenggiling masih bisa dijumpai di kawasan hutan pegunungan dan dekat pertanian.Tubuh trenggiling lebih besar dari kucing. Berkaki pendek dengan ekor panjang dan berat. Yang unik adalah tubuhnya bersisik tersusun seperti genting rumah. Sisik pada bagian punggung dan bagian luar kaki berwarna cokelat terang. Binatang berambut sedikit ini tidak mempunyai gigi. Untuk memangsa makanannya yang berupa semut dan serangga, trenggiling menggunakan lidah yang terjulur dan bersaput lendir. Panjang juluran lidahnya dapat mencapai setengah panjang badan.
Pada siang hari trenggiling tidur di dalam tanah. Sarang ini biasanya dibuat sendiri atau merupakan bekas sarang binatang lain yang tidak lagi ditinggali.
Untuk melindungi diri dari serangan musuh, trenggiling menyebarkan bau busuk. Ia memiliki zat yang dihasilkan kelenjar di dekat anus yang mampu mengeluarkan bau busuk, sehingga musuhnya lari. Musuh trenggiling adalah anjing dan harimau.Binatang unik ini berkembang biak dengan melahirkan. Hanya ada satu anak yang dilahirkan seekor trenggiling betina. Lama buntingnya hanya dua sampai tiga bulan saja.

TAKDIR TRENGGILING, OMPONG SEUMUR HIDUP
Karena termasuk satwa langka dan dilindungi, maka dilarang menangkap, memiliki dan memperdagangkan. Bahkan juga kulit, tubuh dan organ lainnya pada trenggiling. Bila dilanggar maka berarti melawan hukum seperti yang tertulis pada ayat a - e, pasal 21 UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Mungkin karena belum pernah mendengar dan tidak tahu pasal-pasal tersebut, masih ada yang memperdagangkan trenggiling

 DI Pasar Ngasem Yogyakarta, misalnya, pernah ada pedagang mengaku memiliki namun belum lama mati dan kemudian untuk pakan ular. Menurutnya, trenggiling tersebut di peroleh dari seorang pedagang satwa di Magelang. Ketika dikonfirmasi ke beberapa pedagang di Pasar Hewan Muntilan, Jateng. Ternyata di pasar ini cukup sering terjadi ‘jual-beli’ trenggiling.
“Operasi di sini tidak seketat di kota-kota besar. Kenapa harus takut, yang jelas kami tidak mencuri dan merampok. Kami juga butuh makan. Teman saya punya trenggiling ukuran besar siap dikirim ke Jakarta, harganya 100 ribu. Boleh melihat dan memfoto tapi harus bayar,” papar seorang pedagang.
Kepala Resort BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Sleman, Sugiman (42) menanggapi tentang hal ini. Menurutnya, yang terjadi di Pasar Hewan Muntilan termasuk wewenang BKSDA Jateng. “Harap dimaklumi juga, karena wilayah Jateng cukup luas. Selain itu permasalahan hukum terkadang bisa dikesampingkan oleh orang-orang tertentu. Maka amat penting untuk selalu mengkampanyekan atau memasyarakatkan undang-undang tentang satwa yang dilindungi,” tutur Sugiman.
MENURUT Sugiman, ketika bertugas di Kulon Progo, wilayah Samigaluh sering terdengar adanya trenggiling. Namun, intensitas penampakannya tergolong langka. “Lain ketika bertugas di Kalimantan, jenis satwa ini cukup banyak ditemukan. Bahkan ada orang yang sempat membuang hiasan dinding ‘awetan’ trenggiling. Lalu saya openi sampai sekarang masih ada,” jelas Sugiman sambil menunjukkan ‘awetan’ trenggiling yang dimaksud.
Jika memiliki bagian-bagian dari satwa yang dilindungi termasuk awetannya, menurutnya, harus didaftarkan pada BKSDA setempat. Yakni agar tidak melanggar UU Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 21, Butir d. “Yang menjadi kendala, kalau warga punya alasan tidak tahu soal UU tersebut. Sehingga dalam prosesnya kami juga perlu melihat konteksnya. Jika tidak begitu nanti penjara atau sel penuh dengan orang yang melanggar tentang UU tersebut,” ujar Sugiman.
Warga Ngaglik ini menambahkan di wilayah Sleman tidak pernah ada laporan ditemukannya trenggiling. Bahkan selama operasi belum pernah menemukan orang yang memiliki satwa ini. “Belum lama juga dilangsungkan operasi gabungan bidang satwa selama 2 hari. Sama sekali tidak ada yang memiliki trenggiling. Yang tersita, antara lain siamang, merak, jalak putih, landak, nuri dan elang bido,” tandasnya.



TIDAK MUDAH MEMBUAT KANDANG TRENGGILING
Trenggiling menurut Dosen Biologi UGM, Drs Bambang Agus Suripto MSc, memang sulit jika dipelihara sebagai hewan kelangenan. Antara lain, soal penyediaan serangga dalam jumlah banyak sebagai makanan peusing. “Selain itu tidak mudah membuat kandang yang bisa menjamin keberlangsungan hidup serta kesejahteraan trenggiling,” paparnya.
Bapak yang merampungkan S2 di Kanada ini menambahkan peusing termasuk satwa yang unik. Yakni, moncongnya panjang meruncing dan tidak punya gigi. Namun memiliki lidah panjang yang tersaput lendir. “Ketika mencari makan tinggal menjulurkan lidahnya. Serangga seperti semut dan rayap akan menempel pada lidah dan menjadi santapan yang lezat bagi trenggiling,” tandas Bambang Agus.
Masih menurutnya, satwa ini di alam mampu menjadi penyeimbang ekosistem. Sebab, bisa mengurangi jumlah serangga seperti semut dan rayap tidak menjadi berlebihan. “Selain itu punya beberapa fungsi ekonomis, misal bisa dimanfaatkan daging dan kulitnya. Bahkan bisa menjadi satwa tontonan dan ada yang menyatakan bisa untuk campuran obat asma,” jelas Bambang.
“Keyakinan sebagai campuran obat turut mempengaruhi besarnya perburuan liar. Padahal bisa jadi belum diuji kebenarannya secara klinik. Hanya gethok-tular saja, kebetulan ada yang sembuh lalu ikut-ikutan,” sambungnya.


TRENGGILING MENGGULUNG SEPERTI BOLA
Kenapa trenggiling dimasukan dalam kelas mamalia ? Ahli mamologi (ilmu mamalia) ini menjawab : “Selain menyusui anaknya, di antara sisik-sisiknya juga ditemukan rambut. Dan berdarah panas. Kalau reptil kan berdarah dingin.”
Yang cukup unik lagi, ketika melindungi diri dari musuh trenggiling menggulung badanya erat-erat, sehingga mirip bola. Selain itu mampu menyebarkan bau busuk. Tidak lain bau busuk ini berasal dari zat yang dihasilkan kelenjar di dekat anus. Musuh alami Manis javanica antara lain, ular, harimau dan anjing.
Kenapa nama ilmiahnya memakai kata ‘manis,’ menurut Drs. Bambang Agus tidak bisa dikaitkan dengan bahasa Indonesia. “Ada tata cara tersendiri dalam pemberian nama ilmiah suatu hewan. Itu sudah sesuai kode internasional tata nama hewan. Untuk trenggiling sebetulnya ada beberapa nama yang pernah diberikan misalnya sundavel dan labuanensis. Namun, yang betul dan disepakati adalah pemberian nama oleh Desmarest, orang Belanda tahun 1822, yaitu Manis javanica,” ungkap Bambang Agus sambil menunjukkan ‘buku pintar’ kumpulan nama-nama ilmiah satwa.
PARA ilmuwan yang melakukan penggalian fosil di pegunungan Andes, Chile, menemukan fosil trenggiling purba. Hidup pada sekira 18 juta tahun silam, trenggiling purba memiliki badan mirip tank (kendaraan tempur berlapis baja).
"Makhluk ini benar-benar tidak memiliki pembanding yang masih hidup pada saat ini.
Badannya sangat luar biasa. Mirip sebuah kendaraan lapis baja," tandas ilmuwan American Museum of Natural History, New York, John Flynn, salah seorang penemu.
Trenggiling purba tersebut diberi nama parapropalaehoplophorus septentrionalis. Para ilmuwan meyakini, trenggiling purba merupakan kerabat jauh dari gyptodon, mamalia purba yang tidak kalah menyeramkan.
Gyptodon juga memiliki kulit tebal dan keras mirip tank. Lebih menyeramkan lagi, gyptodon memiliki pula ekor yang berduri-duri kasar.
Gyptodon dewasa bisa memiliki panjang tiga meter dengan bobot dua ton.
Para ilmuwan memperkirakan, gyptodon terakhir hidup pada 10.000 tahun silam. Parapropalaehoplophorus septentrionalis memiliki ciri-ciri yang mirip gyptodon. Namun, parapropalaehoplophorus memiliki badan jauh lebih kecil. Parapropalaehoplophorus dewasa memiliki panjang hanya 76 cm dengan bobot 90 kg.
Parapropalaehoplophorus adalah keluarga spesies glyptodon. Spesies tersebut diyakini pertama kali muncul di wilayah Amerika Selatan. Namun, glyptodon kemudian mulai merambah Amerika Utara setelah benua Amerika menyatu pada sekitar tiga juta tahun silam.
Kendati berpenampilan seram, parapropalaehoplophorus bukan binatang buas. Parapropalaehoplophorus tidak suka menyerang binatang lain karena parapropalaehoplophorus adalah binatang herbivora. Para ilmuwan memperkirakan, parapropalaehoplophorus suka hidup di padang rumput yang sejuk karena mereka suka menyantap rumput. Parapropalaehoplophorus juga merupakan spesies jinak yang menyusui anak-anaknya.
"Perilaku parapropalaehoplophorus mirip domba. Pada zaman purba, parapropalaehoplophorus memiliki peran ekologis mirip domba pada saat ini, yakni mendiami padang rumput yang sejuk," tutur Flynn.


 

Kamis, 23 September 2010

HARIMAU SUMATERA akankah tinggal nama.....???


Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) adalah satwa dilindungi menurut PP nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Harimau Sumatera termasuk satwa dilindungi karena mempunyai populasi yang kecil (diperkirakan hanya tinggal 400 ekor yang mendiami pulau Sumatera secara alami atau 12% dari populasi Harimau di dunia), terjadi penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam dan daerah penyebaran yang terbatas (endemik). Penyebaran Harimau Sumatera hanya terdapat di kepulauan Sumatera. Harimau Sumatera menghuni di hutan tanah rendah, hutan bergunung dan separuh bergunung, dan di hutan paya gambut di kepulauan Sumatera.

Penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam dikarenakan adanya kerusakan habitat seperti aktifitas perambahan hutan oleh sebagian masyarakat, pembalakan liar (illegal logging) dan kebakaran hutan sebagai yang notabene merupakan habitatnya. 4-5 ekor Harimau Sumatera dewasa memerlukan daerah perburuan seluas 100 kilometer persegi di kawasan tanah rendah, dapat dibayangkan jika wilayah perburuan Harimau Sumatera terdesak karena rusaknya habitat mereka. Maka tak heran jika Harimau Sumatera memasuki perkampungan untuk memangsa hewan ternak bahkan jiwa manusia. Sebagai hewan karnivora mereka biasanya berburu rusa, kijang, kancil, babi liar, ikan, monyet, landak, dan termasuk semua jenis burung. Untuk kawasan yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung, diperlukan kawasan yang lebih luas karena jumlah hewan perburuan lebih sedikit di kawasan ini.

Ancaman terhadap keberadaan Harimau Sumatera tidak hanya terjadi di habitatnya, tetapi ancaman di luarpun semakin marak seperti perdagangan bagian tubuh (kulit, gigi, kuku). Harimau Sumatera masuk dalam sindikat perdagangan yang tertata rapi, lebih rapi dari sindikat perdagangan narkoba.
Dengan ancaman yang begitu besar, Harimau yang dianggap sebagai simbol kegagahan dan keberanian, akankah tinggal nama saja di masa mendatang? Semoga tidak...